21 August 2023
19:00

f-Stop: Galeri RJ Katamsi

Mengukur Panjang dan Lebar Sebuah Bingkai

Titik berangkat analisis tema “bingkai” mengajak kami untuk beranjak dari persoalan paling sederhana: bagaimana fotografi bekerja sebagai upaya menghadirkan “realitas” (yang terbingkai) dalam sepotong gambar. Pada perkembangannya, pemahaman ini membawa makna bingkai ke persoalan kuasa, yang lebih luas dari sekadar kuasa seorang juru foto menghadirkan realitas untuk kebutuhannya sendiri.

Pada praktik produksi visual, istilah “mise en abyme” (imaji yang rekursif/berulang karena saling merefleksikan) kemudian menjadi salah satu pisau yang kami gunakan untuk membedah bagaimana bingkai-bingkai diperhadapkan satu sama lain, saling mereproduksi sehingga menjadi sesuatu yang mapan; menginvestigasi institusi penjaga gerbang kasat mata dan tak kasat mata yang mengontrol persepsi dan kehidupan sehari-hari; hingga menawarkan taktik untuk menguji batas-batas bingkai dan keluar dari pengulangan-pengulangan tersebut.

Kerja fotografi kemudian tak lagi hanya berfokus pada dirinya, namun beririsan dengan berbagai bidang keilmuan lain, yang tidak hanya melahirkan pendekatan-pendekatan penciptaan karya fotografi yang beririsan dengan ilmu sosial, namun juga memunculkan bentuk-bentuk turunan, seperti sinema dan video. Ulang-alik wacana fotografi itu membuat kami memikirkan kelenturan, luberan, dan kemungkinan ketika membicarakan tentang “fotografis” sebagai sebuah gagasan yang dikedepankan oleh festival ini, maupun “bingkai” sebagai tema spesifik pada edisi pertama festival ini.

Judul Mengukur Panjang dan Lebar Sebuah Bingkai menjadi upaya kami untuk beranjak dari kata bingkai dalam pemaknaan sederhana menjadi sesuatu yang memiliki kelenturan, yang berpijak pada gagasan eksklusi dan inklusi dalam keterkaitannya dengan perspektif sosial-politik dan sejarah: Sebuah strategi dalam mengukur, menginvestigasi, membongkar, sekaligus menghadirkan bingkai, baik yang secara sederhana dipahami sebagai pembatas berbentuk segi empat maupun yang melampauinya, seperti batas negara, batas konseptual, maupun batas medium itu sendiri.

The starting point in analysing ‘frame’ then took us to depart from the simplest subject of how photography works as an attempt to present ‘reality’ (which is framed) within a picture. In turn, this simple understanding then brought the meaning of ‘frame’ to the issue of power, that is broader than the power of a photographer who initially presents reality according to their own needs.

In its relation to the practice of visual production, the term mise en abyme (recursive or repeating images because they reflect each other) becomes another analysis knife that we use to dissect how frames are confronted with one another, reproducing each other so that they become something established; to investigate the gatekeeping institutions, both seen and unseen, which control perseption and daily life; also to offer strategy to test the frame’s boundaries and to break out from the the repeating loops.

The work of photography is then no longer self-focused, but also intersected with various other scientific fields, which not only gives birth to approaches in creating photographic works that intersect with social sciences, but also the emergence of derivative forms such as cinema and video. The back and forth discussion of the discourse of photography made us think about flexibility, overflow, and possibility in talking about ‘the photographic’ as an idea put forward by this festival, as well as ‘frame’ as a specific theme in its inaugural edition.

The title Mengukur Panjang dan Lebar Sebuah Bingkai (A Strategy to Measure a Frame) becomes our attempt to move from the simple meaning of the word ‘frame’ to something which has flexibility, that stands on the ideas of exclusion and inclusion in relation to social, political, and historical perspectives; a strategy to measure, to investigate, to unpack, also to present frame, both that is simply understood as a rectangular boundaries as well as beyond it, such as national borders, conceptual boundaries, and the limits of the medium itself.

Seniman:
Akram Zatari
Alam Alfa
Bo Wang
Candrani Yulis
Dhanurendra Pandji
Fendi Siregar
Iklimku.org
Irwan Ahmett
Jean-Gabriel Périot
Kurniadi Widodo
Lembana Artgroecosystem
Marcell Ivanyi
Museum of Graffiti Art
Naeem Mohaiemen
Otty Widasari
Paoletta Holst, Paolo Patelli, Rizki Lazuardi
Posak Jodian
Prashasti Wilujeng Putri
Raj Goody
Reza Yudha
Riska Munawarah
Riyadhus Shalihin & Raisa Kamila
Robert Zhao
Roy Adhitia
Suvi Wahyudianto
Takashi Makino
Tita Salina
Venessa Theonia
Yee I Lann

Kurator:
Dito Yuwono & Luthfan Nur Rochman

Pembukaan:
21 Agustus 2023, 19.00 WIB

Pameran:
21 Agustus – 11 September 2023
Pukul 11.00 – 21.00 WIB

Alamat:
Galeri RJ Katamsi
Jl. Parangtritis KM 6.5, Sewon, Bantul, Yogyakarta.

Close
Close
Information

+62 813-2939-9474

jogjafotografisfestival@gmail.com

Jl. Mangkuyudan No. 53A, Yogyakarta, Indonesia

Follow us