Tema Kuratorial/Curatorial Theme
Edisi pertama Jogja Fotografis Festival akan menelisik lebih jauh tentang aspek sejarah, teori, dan praktik di dalam produksi dan diseminasi ilmu pengetahuan dan seni atas apa yang disebut dengan ‘FRAME’. Secara tematis, ‘FRAME’ bisa mengacu pada pemahaman luas di dalam domain pengetahuan dan seni, tetapi juga bisa dilihat dari perspektif produksi karya seni, dan diharapkan akan menawarkan subjek dan domain baru bagi seniman visual, khususnya yang tertarik bekerja dengan perspektif fotografis.
Secara luas, tema-tema tentang praktik framing di dalam kehidupan sosial politik seperti framing media, frame teritorial, framework strategi dan kebijakan negara, dan seterusnya dapat diangkat sebagai subyek karya. Pada dasarnya, frame adalah cara dan strategi melihat dunia, dengan penekanan pada (a) bagaimana persoalan dunia dilihat dan diselesaikan, (b) bagaimana sumber daya dan kesempatan didistribusikan, dan bahkan (c) siapa dan bagaimana pihak-pihak akan terlibat.
Dalam praksis seni, frame menjadi tatapan pertama seniman dan sekaligus perjumpaan pertama penonton. Dengan framing, seniman menentukan dunia yang dia bangun di dalam karyanya dan mengarahkan pada bagaimana hal itu akan dibaca atau dinikmati penontonnya. Secara literal, frame merupakan salah satu hal yang mendasar dan penting di dalam produksi karya seni, terlebih dalam praktik produksi fotografi. Melalui pilihan frame, seniman menentukan apa yang bisa dilihat dan apa yang tidak bisa dilihat oleh penonton, sekaligus menentukan posisi dirinya di dalam diskursus atau persoalan yang sedang diajukan di dalam karyanya. Dengan demikian, pilihan frame oleh seniman menjadi tindakan yang tidak saja berkaitan dengan artistik-tematis, namun menjadi sebuah tindakan politis.
Dengan frame, seniman mengarahkan dan menyusun logika yang spesifik, mencabut konteks terberi dan menggantinya dengan konteks yang dirancang, guna memberi perspektif baru terhadap peristiwa yang direpresentasikan. Oleh karena itu, frame adalah sebuah perspektif yang kemudian melahirkan metode-metode yang dipakai oleh seniman di dalam membuat karya.
The inaugural edition of Jogja Fotografis Festival will probe further on the historical, theoretical, and practical aspects of the production and dissemination of knowledge and art on what ‘FRAME’ means. Thematically, ‘FRAME’ refers to the broad understanding within the domains of knowledge and art, but can also be seen from the perspective of the production of artworks, and will hopefully propose new subjects and domains for visual artists, especially those who are interested to work with photographic perspective.
In broad sense, the themes of framing practice in social and political realities such as media framing, territorial framing, national strategy and policy framework, etc. can be explored as subjects. Basically, frame is a way and strategy to see the world, with emphasis on (a) how world matters are viewed and resolved, (b) how resources and opportunities are distributed, and even (c) who and how parties are involved.
In the art praxis, the frame becomes at once both the artists’ and the viewers’ first glance. With framing, artists determine the world that they build within their work and point to how that world will be read or enjoyed by the viewers. In literal sense, frame is one of the fundamental and important aspects in the production of artwork, moreover in the practice of photography.Through their choice of frame, artists decide what can be seen and what cannot be seen by the viewers, while also determine their position within the discourse or the issue that is presented through the work. Therefore, the choice of frame by the artists is not merely an act with artistic and thematic reasoning, but also a political one.
With frame, artists direct and arrange specific logics, replacing the given context with the designed context, to give new perspective on the event represented. Therefore, frame is a perspective that will in turn hatch methods to be used by artists in making works.
Artwork: "Motor Cycles Diaries", Jim Allen Abel, 2016